Mark Elliot Zuckerberg lahir di Dobbs Ferry, New York, anak dari pasangan Edward dan Karen Zuckerberg. Orangtuanya dokter gigi dan psikiater. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara. Sejak kecil, ia suka mengutak-atik komputer, menjajal berbagai program komputer, bahkan bersikeras membuatnya. Sang ayah membelikannya komputer sejak ia berusia delapan tahun. Saat di sekolah menengah Phillips Exeter Academy, ia dan rekannya, D'Angelo, membuat Plug-In untuk MP3 player Winamp. Mereka berdua, Zuckerberg dan D'Angelo, menggunakan Plug-In untuk menghimpun selera lagu orang-orang, kemudian membuat daftar lagu sesuai keinginan mereka. Mereka mengirim program itu ke berbagai perusahaan, termasuk ke AOL (American Online) dan Microsoft. Pada tahun terakhirnya di
sekolah menengah, ia direkrut Microsoft dan AOL untuk sebuah proyek.
Saat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, keduanya terpaksa berpisah. D'Angelo masuk Caltech, sedangkan Zuckerberg masuk Harvard. Di Harvard inilah Zuckerberg menemukan ide membuat direktori mahasiswa secara online, karena universitasnya tak membagikan face book (buku mahasiswa yang memuat foto dan identitas) kepada mahasiswa baru. Konyolnya, setiap kali ia menawarkan diri membuat direktori itu, Harvard menolaknya mentah-mentah. Terlalu kiri! Untungnya, meski ditolak ia selalu mencari cara
untuk mewujudkan. Proyek pertamanya adalah CourseMatch (www.coursematch.com) yang memungkinkan teman-teman sekelasnya berkomunikasi satu sama lain di situs tersebut. Kreatif kan?
Suatu malam di tahun kedua ia kuliah di Harvard, Zuckerberg menyabot data mahasiswa Harvard dan memasukkannya ke situs yang ia buat bernama Facemash. Sejumlah foto mahasiswa terpampang di situ. Tak lupa pula, ia imbuhkan kalimat yang meminta pengunjung menentukan mana dari foto-foto tersebut yang paling greget. Pancingannya mengena, dalam tempo empat jam sejak diluncurkan, tercatat 450 orang mengunjungi Facemash dan sebanyak 22.000 foto dibuka. Pihak Harvard memergokinya dan sambungan
internetnya pun diputus. Ia diperkarakan karena dianggap lancang dan mencuri data. Anak muda berambut keriting ini pun meminta maaf kepada rekan-rekan mahasiswa yang fotonya masuk di Facemash. Namun demikian, ia tidak menyesali tindakannya. "Saya kira informasi seperti itu harusnya tersedia," ujarnya.
Alih-alih kapok, ia malah membuat situs baru, Facebook (www.thefacebook.com). Pantang menyerah, inilah salah satu rahasia suksesnya. Situs ini diluncurkan Februari 2004, yang merupakan penyempurnaan dari Facemash. Formatnya tetap sebagai ajang pertemuan sesama mahasiswa Harvard. Dalam penjelasan di situsnya disebutkan, Facebook adalah suatu alat sosial yang membantu orang berkomunikasi lebih efisien dengan rekan dan keluarga. Tambahan pula, Facebook menjanjikan navigasi yang mudah bagi para penggunanya. Setiap pemilik akun memiliki ruang untuk memajang foto dirinya, foto temantemannya, dan tentu saja melakukan hal-hal lainnya seperti berkomentar dan berkirim pesan.
Dalam tempo empat bulan saja, Facebook berhasil menjaring 30 kampus dan hingga akhir 2004 jumlah pengguna Facebook sudah mencapai satu juta orang. Kesibukan yang luar biasa ini memaksa Zuckerberg hengkang dari Harvard. "Apa yang saya inginkan sudah ada di tangan. Saya tidak ingin punya ijazah, kemudian bekerja. Menurut saya, pekerjaan hanyalah untuk orang-orang yang lemah," celetuknya pada Majalah Current. Zuckerberg dan kawankawannya kemudian mengembangkan Facebook lebih matang lagi. Pada September 2006, Facebook membuka pendaftaran sebagai jejaring umum dengan syarat penggunanya
memiliki email. Sejak itulah jumlah anggota Facebook melesat. Dari segi trafik, Facebook menjadi situs keenam teraktif di dunia dan situs jejaring sosial kedua terbesar di dunia. Pada Oktober 2007, Microsoft mengumumkan membeli 1,6 persen saham Facebook senilai 240 juta dolar. Transaksi ini mengisyaratkan nilai kapitalisasi Facebook, yaitu sekitar 15 miliar dolar (sekitar Rp 135 triliun). Forbes pun mencatatnya sebagai miliarder termuda sepanjang sejarah, yang atas usahanya sendiri, bukan karena warisan. Kekayaannya ditaksir sekitar satu setengah miliar dolar atau (sekitar Rp 13,5 triliun). Ini sangat hebat. Yah, tahu sendiri kan, usianya baru 24 tahun. Keberhasilan ini membuat namanya masuk dalam jajaran 400 orang terkaya di Amerika versi Forbes. Meski kaya dan ternama, ia tetap sederhana. Ia masih tinggal di apartemen sewaan dan kamarnya hanya ada sebuah meja dan kursi. Kasurnya tergeletak di lantai. Bila datang ke kantornya di Palo Alto, ia kerap berjalan kaki atau bersepeda. Tak tampak sebagai miliarder (dalam dolar) atau triliuner (dalam rupiah).
sekolah menengah, ia direkrut Microsoft dan AOL untuk sebuah proyek.
Saat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, keduanya terpaksa berpisah. D'Angelo masuk Caltech, sedangkan Zuckerberg masuk Harvard. Di Harvard inilah Zuckerberg menemukan ide membuat direktori mahasiswa secara online, karena universitasnya tak membagikan face book (buku mahasiswa yang memuat foto dan identitas) kepada mahasiswa baru. Konyolnya, setiap kali ia menawarkan diri membuat direktori itu, Harvard menolaknya mentah-mentah. Terlalu kiri! Untungnya, meski ditolak ia selalu mencari cara
untuk mewujudkan. Proyek pertamanya adalah CourseMatch (www.coursematch.com) yang memungkinkan teman-teman sekelasnya berkomunikasi satu sama lain di situs tersebut. Kreatif kan?
Suatu malam di tahun kedua ia kuliah di Harvard, Zuckerberg menyabot data mahasiswa Harvard dan memasukkannya ke situs yang ia buat bernama Facemash. Sejumlah foto mahasiswa terpampang di situ. Tak lupa pula, ia imbuhkan kalimat yang meminta pengunjung menentukan mana dari foto-foto tersebut yang paling greget. Pancingannya mengena, dalam tempo empat jam sejak diluncurkan, tercatat 450 orang mengunjungi Facemash dan sebanyak 22.000 foto dibuka. Pihak Harvard memergokinya dan sambungan
internetnya pun diputus. Ia diperkarakan karena dianggap lancang dan mencuri data. Anak muda berambut keriting ini pun meminta maaf kepada rekan-rekan mahasiswa yang fotonya masuk di Facemash. Namun demikian, ia tidak menyesali tindakannya. "Saya kira informasi seperti itu harusnya tersedia," ujarnya.
Alih-alih kapok, ia malah membuat situs baru, Facebook (www.thefacebook.com). Pantang menyerah, inilah salah satu rahasia suksesnya. Situs ini diluncurkan Februari 2004, yang merupakan penyempurnaan dari Facemash. Formatnya tetap sebagai ajang pertemuan sesama mahasiswa Harvard. Dalam penjelasan di situsnya disebutkan, Facebook adalah suatu alat sosial yang membantu orang berkomunikasi lebih efisien dengan rekan dan keluarga. Tambahan pula, Facebook menjanjikan navigasi yang mudah bagi para penggunanya. Setiap pemilik akun memiliki ruang untuk memajang foto dirinya, foto temantemannya, dan tentu saja melakukan hal-hal lainnya seperti berkomentar dan berkirim pesan.
Dalam tempo empat bulan saja, Facebook berhasil menjaring 30 kampus dan hingga akhir 2004 jumlah pengguna Facebook sudah mencapai satu juta orang. Kesibukan yang luar biasa ini memaksa Zuckerberg hengkang dari Harvard. "Apa yang saya inginkan sudah ada di tangan. Saya tidak ingin punya ijazah, kemudian bekerja. Menurut saya, pekerjaan hanyalah untuk orang-orang yang lemah," celetuknya pada Majalah Current. Zuckerberg dan kawankawannya kemudian mengembangkan Facebook lebih matang lagi. Pada September 2006, Facebook membuka pendaftaran sebagai jejaring umum dengan syarat penggunanya
memiliki email. Sejak itulah jumlah anggota Facebook melesat. Dari segi trafik, Facebook menjadi situs keenam teraktif di dunia dan situs jejaring sosial kedua terbesar di dunia. Pada Oktober 2007, Microsoft mengumumkan membeli 1,6 persen saham Facebook senilai 240 juta dolar. Transaksi ini mengisyaratkan nilai kapitalisasi Facebook, yaitu sekitar 15 miliar dolar (sekitar Rp 135 triliun). Forbes pun mencatatnya sebagai miliarder termuda sepanjang sejarah, yang atas usahanya sendiri, bukan karena warisan. Kekayaannya ditaksir sekitar satu setengah miliar dolar atau (sekitar Rp 13,5 triliun). Ini sangat hebat. Yah, tahu sendiri kan, usianya baru 24 tahun. Keberhasilan ini membuat namanya masuk dalam jajaran 400 orang terkaya di Amerika versi Forbes. Meski kaya dan ternama, ia tetap sederhana. Ia masih tinggal di apartemen sewaan dan kamarnya hanya ada sebuah meja dan kursi. Kasurnya tergeletak di lantai. Bila datang ke kantornya di Palo Alto, ia kerap berjalan kaki atau bersepeda. Tak tampak sebagai miliarder (dalam dolar) atau triliuner (dalam rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar